Metode
potensial diri (SP merupakan salah satu metode geofisika yang prinsip kerjanya
adalah mengukur tegangan statis alam (static
natural voltage) yang berada di kelompok titik-titik di permukaan tanah
[1].
Gambar 1. Peralatan untuk metode SP[4]
Potensial diri
umumnya berhubungan dengan perlapisan tubuh mineral sulfida (weathering of sulphide mineral body),
perubahan dalam sifat-sifat batuan (kandungan mineral) pada daerah
kontak-kontak geologi, aktifitas bioelektrik dari material organik, korosi,
erbedaan suhu dan tekanan dalam fluidadi bawah permukaan dan fenomena alam
lainnya[1].
Prinsip
mekanisme yang menhasilkan potensial diri ini adalah proses mekanik serta
proses elektrokimia. Pertama adalah proses mekanik yang menghasilkan potensial
elektrokinetik atau disebut dengan streaming
potential . Sedang yang lainnya adalah proses elektrokimia, proses ini
menghasilkan potensial liquid junction, potensial
serpih, dan potensial mineralisasi[1].
Potensial elektrokinetik yang bernilai kurang
dari 10mV dibentuk sebagai akibat adanya sebuah elektrolit yang mengalir
melalui medium kapiler atau berpori.
Jika
konsentrasi elektrolit dalam tanah bervariasi secara lokal, maka perbedaan
potensial akan muncul sebagai akibat perbedaan anion dan kation dalam larutan
yang konsentrasinya berbeda. Potensial ini disebut potensial difusi (liquid
junctiion atau diffision potential).
Potensial nernst terjadi jika
muncul perbedaan potensial antara 2 logam identik yang dicelupkan dalam larutan
yang homogen dan konsentrasi larutan masing-masing berbeda..
Bila 2 macam logam dimasukkan dalam suatu larutan
homogen, maka pada logam
tersebut akan timbul beda potensial. Beda potensial ini disebut sebagai potensial kontak
elektrolit. Pada daerah yang banyak mengandung
mineral, potensial kontak elektrolit dan potensial elektrokimia sering
timbul dan dapat diukur
di permukaan
dimana mineral itu berada,
sehingga dalam hal ini kedua proses timbulnya potensial ini disebut dengan potensial
mineralisasi.
Untuk akuisisi
data SP digunakan 2 jenis pengambilan data. Yang pertama adlaah metode gradient potential, yakni menggunakan 2
buah elektroda dan kedua elektroda tersebut berpindah-pindah dengan jarak yang
tetap. Titik pengamatan adalah titik tengah dari kedua elektroda tersebut.
Sementara untuk metode kedua adalah amplitude
potential, diamana satu buah elektroda tetap posisinya sedangkan yang satu
berubah dengan garis acuan yang telah ditentukan sebelumnya. Lalu setelah itu
kita ukur beda potensialnya untuk dipetakan menjadi peta kontur Equipotential.
Gambar 2. Susunan elektroda untuk metode
amplitud potential dan gradient potential[2]
Kontur Equipotensial
merupakan pemetaan distribusi beda potensial dari suatu daerah. Salah satu
metode yang digunakan adalah metode segitiga. Metode ini sering digunakan
didasari pada penggunaannya yang cukup mudah. Metode ini menghubungkan tiga
titik yang memiliki beda potensial terdekat, lalu diantara titik itu dibuatlah
skala yang nantinya skala yang sama nilainya akan dihubungkan sehingga
membentuk suatu kontur tertentu.
Gambar 3. Contoh peta kontur [3]
Interpretasi
data pada self potential dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Interpretasi kualitatif menghasilkan kontur Equipotential sedangkan
interpretasi kuantitatif yaitu menentukan parameter dari benda penyebab anomali
sehingga didapatkan kedalaman serta sudut polarisasi.
Peta kontur (buatan tangan :D) menggunakan metode 3 titik:
Hasil slicingnya:
Slicing bertujuan untuk menunjukkan adanya anomali dari suatu peta kontur sehingga dapat di interpretasikan. Hasil interpretasi berupa kurva V vs X dengan V adalah potensial dan X adalah posisi. Dari kurva ini juga kita dapat menentukan sudut polarisasi dan kedalaman untuk interpretasi secara kuantitatif.
Pustaka
[1] Dwi, Indriana. “Interpretasi Bawah Permukaan dengan
Metode Self-Potential’ http://eprints.undip.ac.id/2153/1/INTERPRETASI_BAWAH_PERMUKAAN_DENGAN_METODE_SELF_POTENTIAL_DAERAH_BLEDUG_KUWU_KRADENAN_GROBOGAN.pdf
No comments:
Post a Comment